Postingan

Tuntutan Pendidikan Secara Konkret dengan Tata Bahasa dari Surat Edaran

Gambar
“Pendidikan hari ini sudah kehilangan ruh sejatinya sebagai upaya untuk memanusiakan manusia dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian.” Kutipan itu kuambil dari sebuah latar belakang masalah dari sebuah kerangka proposal penelitian, keren, ya? Xixixi. Membahas pendidikan di Indonesia tidak akan ada habisnya apalagi di masa seperti ini. Banyak sekali perubahan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan pendidikan di negeri ini. Namun, dalam wacana ini bukan untuk membahas perihal pendidikan yang sangat luas tersebut. Akan tetapi, aku ingin membahas suatu yang sedikit menarik perhatian yang kutemukan di media sosial, Twitter, lebih tepatnya di akun Karawangfess . Aku menemukan sebuah edaran yang isinya kurang lebih menuntut institusi pemerintahan daerah untuk menyelesaikan masalah pendidikan di daerah tersebut. Warganet ada yang berkomnetar netral, kontra dan ada pula yang pro dengan edaran tersebut, misalnya dari akun: @ilham_mmaulana , “ Dibilang langkah ya

Memiliki Pemikiran Orisinal dengan Mencoba Memahami Esai Apio Ludd: Burn all Bible dan Boundaries

Gambar
                Dalam sebuah percakapan imajiner yang terjadi kami membicarakan mengenai sebuah makna hidup yang sedang kami jalani sekarang; tujuan hidup itu apa? Bagaimana seharusnya kita hidup? Apakah kita harus mengikuti moral populer masyarakat atau bagaimana? Beberapa pertanyaan yang tak terjawab dalam percakapan tersebut. Beberapa dari kami memang tidak pandai dalam analisis situasi atau banyak orang miliki jika dalam sebuah diskusi, sikap kritis terhadap situasi; bukan hanya itu, beberapa dari kami hanya sekumpulan gagasan yang bodoh didatangkan dari sebuah pemikiran orang yang tak pandai apalagi kritis yang kerjanya cuma diam tidur makan kemudian tidur lagi‒namun, setidaknya masih memiliki kegiatan meskipun membosankan jika dibayangkan kalian pasti merasa jijik, orang yang terbangun hingga 3 jam berlalu tidak melakukan apa-apa.             Beberapa hari ini aku merasakan kebuntuan dalam menulis, entah sebuah cerita atau pun esai. Aku mencoba mencari-cari inspirasi di per

Salah Satu Produk Mie yang Mampu Kalahkan Pamor Indomie

Gambar
     Kalau bicara soal makanan, Indonesia surganya kuliner, Sob ! Mulai dari makanan yang berkuah, berlemak, manis, berminyak, MSG, dan masih banyak lagi. Makanan-makanan yang populer di antaranya seperti rendang, soto, sate, empal gentong, mi kocok, dan masih banyak lagi yang bisa kalian coba; enak-enak makanannya, kan ? Jangan khawatir jikalau sedang krisis moneter karena makanan-makanan tersebut bisa didapatkan dalam bentuk mi instan, hahahaha .      Tentang mi instan, orang-orang di Indonesia dalam seminggu pasti bakal mengonsumsi makanan tersebut‒ apa lagi di tanggal tua, beuh ... sangat membantu sekali! Harganya yang murah banget dan varian rasa yang banyak di mana para pecinta mi bisa memilih sesuai selera. Mau mi instan yang kuah maupun goreng, bakal diterima dengan baik di lidah masyarakat menengah ke atas sampai menengah ke bawah.      Masih tentang mi instan, produk-produk mi instan di Indonesia pasti Identik dengan ‘ Indomie ’. Yap , tak bisa dipungkiri, pasti di setiap

Kuliah Kerja Nyatanya hanya Fiksi Belaka

Gambar
              Kuliah Kerja Nyata yang nyatanya hanya fiksi belaka. Mahasiswa semester 6 atau semester 7 dekat-dekat ini akan melaksanakan bahkan ada yang sudah melaksanakan KKN. Barangkali tulisan ini sedikit kurang jelas, ya mohon maaf; karena memang hanya mencurahkan keresahan aja gitu . Seperti kita ketahui kegiatan KKN yang biasa dilakukan secara offline yang mana mahasiswa melakukan kegiatan di desa-desa yang jauh dari riuh rendah perkotaan, sekarang harus dilakukan secara daring; ya walaupun ada juga yang melakukannya secara offline di daerah domisili masing-masing‒ Se- offline-offline- nya juga ya tetap aja gitu, asa gimana ngelakuinnya juga.             Sebenarnya apa manfaat dari KKN secara online ini, sih ? Itu pertanyaan yang menjadi dasar pemikiran saya terhadap tulisan ini. Jika dilihat dari sudut manapun manfaatnya nggak kelihatan sama sekali; apalagi jika KKN yang dilaksanakan ketika berlangsungnya kegiatan PPKM darurat atau PPKM level 4 yang lama-lama makin tak j

Perempuan di Cermin

Gambar
                             Sore ini aku berada di tempat kerja kawan-kawanku yang tak jauh dari terminal bus Kota K. Ruangan yang cukup luas mungkin menampung untuk 5‒7 orang di dalam, namun sekarang kami hanya bertiga. Aku duduk di kursi besi dekat ujung meja, sedangkan kawanku duduk di kursi di ujung meja di depanku dan ada yang berdiri di sampingnya. Selain itu, di depanku terhidang secangkir kopi hitam yang masih panas dan sepiring tempe goreng yang sangat tipis layaknya gaun merahmu yang tak sengaja aku robek kala itu. Kami bertiga berbincang mengenai kehidupan dan tetek bengeknya,                         “Ayo cepat katakan, apa yang mau kau ceritakan, An.” Ujar kawanku sambil menghisap sebatang rokok dari tangannya. Aku lupa belum memberitahukan nama kawanku, yang tadi bicara namanya Soerya ia yang duduk di kursi di seberang tempat dudukku, sedangkan yang berdiri namanya Kentjono, mereka kawan-kawanku dari SD. Aku akan mulai bercerita mengenai kisah yang tak kira begitu p

Beberapa Pandangan ke Madilog

Gambar
Judul: Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika Penulis: Tan Malaka Penerbit: Narasi Tebal: iv + 560 halaman   Salah satu buku yang paling laris di pasar terutama kalangan mahasiswa. Buku ini menurut saya adalah starter pack bagi mahasiswa baru, dulu saya membeli buku ini ketika masih menjadi maba. Alasannya? Mana saya tahu, saya kan maba; ndak gitu , saya membeli buku ini karena di lingkungan kampus waktu itu ramai perbincangan mengenai ideologi kiri, pergerakan mahasiswa, dsb. Biar disebut mahasiswa pergerakan banget gitu , akhirnya saya beli buku ini di toko buku terdekat. Namun, baru dibaca saat mendekati semester akhir, itu pun cetakan terbarunya karena yang dulu dijual ke teman. Buku ini berjudul Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika terbitan Narasi pada tahun 2019. Madilog ditulis oleh Tan Malaka dengan tebal buku iv + 560 halaman. Tan Malaka menulis Madilog lebih kurang selama 8 bulan dari 15 Juli 1942 sampai 30 Maret 1943. Dalam ulasan atau resensi ini barang

Memori dalam Rintik Hujan

 Karya  Ega Mutiara Amanta             Sore itu, langit menurunkan setetes demi setetes air yang lama kelamaan tak kuat dibendungnya lagi. Keadaan yang selalu memaksa memori itu merasuki pikiranku. “Kau ini kebiasaan, Febri! Selalu memandang setiap tetes yang jatuh ke tanah tanpa lengah,” sahut Raka, rekan kerjaku sembari membuyarkan lamunanku. “Kau menggangguku saja! Terlalu banyak memoriku dengan hujan sejak saat itu,” jawabku dengan tetap melihat rintik hujan dari balik jendela kafe.   ***   Tepat satu tahun setelah orde baru runtuh, aku dipaksa berhenti oleh manajerku. Tak satu pun pahlawan bernominal yang diberikan oleh kantorku. Di saat yang sama, Rini, kekasihku yang sudah bersama sejak tiga tahun lalu tiba-tiba mengirim undangan dengan lelaki yang bukan aku. Air langit yang tak terbendung seakan menyiratkan hati kecilku yang tak tahu harus berbuat apa. Aku berjalan menyusuri jalanan kota dan tak tahu harus kemana. Mataku menerawang ke depan, terihat sebuah halte y